Senin, 16 Juli 2018

"I belong to no religion,
my religion is love,
every heart is my temple".

~ Maulana Rumi ~

Sebagaimana kita pahami bersama, di dalam Islam, ada tiga level kesadaran. Kesadaran paling luar adalah kesadaran lahiriyah. Kesadaran paling luar ini karena terkait dengan urusan tubuh dan fisik, biasanya disebut dengan kesadaran dalam ranah syariat. Itu sebabnya syariat -dalam hal ini fiqih- lebih banyak berbicara tentang laku dalam keseharian kita.

Kesadaran kedua adalah kesadaran makna. Dalam kesadaran ini manusia akan menggali makna-makna di dalam agama melalui nalar. Kesadaran ini akan melahirkan konsep teologis di dalam agama. Misalnya menganalisa hubungan manusia dengan Tuhan, apakah determinis (jabariyah) atau kehendak bebas.

Kesadaran paling batin adalah kesadaran sufistik. Pondasi kesadaran sufistik ini adalah hati. Hati adalah wadah dalam meraih kesadaran sufistik. Kemudian di sisi lain, hati adalah wadah cinta, dan dalam pandangan Maulana Rumi, cinta adalah Ilahi. Hati, cinta, dan Tuhan adalah tiga hal yang tak terpisahkan dalam pandangan Maulana Rumi.

Melalui bait di atas, Maulana Rumi ingin mengajak kita masuk ke dalam kesadaran paling batin di dalam agama, yaitu kesadaran sufistik yang hanya bisa diraih dengan cinta yaitu cinta pada Ilahi di dalam hati. Sufi menyebut hati hanya jika terisi oleh cinta Ilahi.

Sebab itu kata Rumi, setiap hati adalah kuilku, karena hati hanya disebut hati jika terisi oleh cinta Ilahi. Dan karena itu pula, agamaku adalah cinta sebab cinta adalah Tuhan.

Jadi maksud 'I belong to no religion' adalah ketika seseorang telah berada di dalam aspek paling batin di dalam agama yaitu fana dalam cinta Ilahi, ia akan menyaksikan bahwa segala yang ada di luar berasal dari Tuhan.

~ Muhammad Nur Jabir ~
"I belong to no religion,
my religion is love,
every heart is my temple".

~ Maulana Rumi ~

Sebagaimana kita pahami bersama, di dalam Islam, ada tiga level kesadaran. Kesadaran paling luar adalah kesadaran lahiriyah. Kesadaran paling luar ini karena terkait dengan urusan tubuh dan fisik, biasanya disebut dengan kesadaran dalam ranah syariat. Itu sebabnya syariat -dalam hal ini fiqih- lebih banyak berbicara tentang laku dalam keseharian kita.

Kesadaran kedua adalah kesadaran makna. Dalam kesadaran ini manusia akan menggali makna-makna di dalam agama melalui nalar. Kesadaran ini akan melahirkan konsep teologis di dalam agama. Misalnya menganalisa hubungan manusia dengan Tuhan, apakah determinis (jabariyah) atau kehendak bebas.

Kesadaran paling batin adalah kesadaran sufistik. Pondasi kesadaran sufistik ini adalah hati. Hati adalah wadah dalam meraih kesadaran sufistik. Kemudian di sisi lain, hati adalah wadah cinta, dan dalam pandangan Maulana Rumi, cinta adalah Ilahi. Hati, cinta, dan Tuhan adalah tiga hal yang tak terpisahkan dalam pandangan Maulana Rumi.

Melalui bait di atas, Maulana Rumi ingin mengajak kita masuk ke dalam kesadaran paling batin di dalam agama, yaitu kesadaran sufistik yang hanya bisa diraih dengan cinta yaitu cinta pada Ilahi di dalam hati. Sufi menyebut hati hanya jika terisi oleh cinta Ilahi.

Sebab itu kata Rumi, setiap hati adalah kuilku, karena hati hanya disebut hati jika terisi oleh cinta Ilahi. Dan karena itu pula, agamaku adalah cinta sebab cinta adalah Tuhan.

Jadi maksud 'I belong to no religion' adalah ketika seseorang telah berada di dalam aspek paling batin di dalam agama yaitu fana dalam cinta Ilahi, ia akan menyaksikan bahwa segala yang ada di luar berasal dari Tuhan.

~ Muhammad Nur Jabir ~

Senin, 28 November 2011

balasan surat laila kpd majnun (dgn menitipkan anting sbg tanda cintanya)

Aku tidak pernah ingat satu saat pun dalam hidupku yang kosong dalam mengingatmu.
Aku menyimpan kecintaanku dalam batinku begitu lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun.
Sementara engkau teriakkan cintamu kepada dunia.

Aku simpan nyala api cintaku jauh di dalam hati, sementara engkau bakar seluruhnya dengan api cintamu.
Wahai kekasih...
Katakan kepadaku, siapa yang paling gila diantara kita dalam bercinta. Engkau atau aku?

surat mejnun kepada laila

Aku turut bahagia atas pernikahanmu.
Dan aku tidak meminta apa-apa darimu.

Kecuali engkau mengenang bahwa disatu tempat,
ada seseorang yang sekiranya tubuh ia dicabik-cabik binatang buas,
Ia masih tetap menyebut namamu...
Kau bagaikan mega putih yang berarak ditemani sang surya

Kau bagaikan ombak yang mengalun lembut dikeluasan samudera

Kau bagaikan sang raja siang yang  membakar jiwaku

Kau bagaikan jamu terpahit yang harus kuminum

Kau... kaulah segalanya

Kau... tiada duanya

Kau... adalah bagian dari hidupku

Kasih.. kucinta kau apa adanya




By : Novianti A.
Alkisah dari lisan yang slalu menyejukkan...
Hingga terbawa kisah yang haru menghanyutkan...

Sentuhan kasih dan belaian manja yang kau curahkan...
Cukup membuatku tersanjung dan mengenal akan arti sayang yang kau tambatkan...

Mungkin penerangku tlah melupakan...
Hingga kini diriku terabaikan...
Cukuplah sudah rasa sakit yang kau tawarkan...
Suryaku tlah tenggelam dan bintang kau tinggalkan...



By : Bintang Anjani

Minggu, 27 November 2011

mengobati kerinduan

Kuingin melupakanmu
Namun wajahmu seolah-olah menutupi pandanganku
Menemani malam dengan tiupan serulingku
Menanti nyanyian dari negeri seberang menyelimutiku

Kuterhempas bagai buih dilautan
Menunggu senja dan menyambut rembulan
Menatap langit mengobati kerinduan
Demi asaku dari satu bayangan



By : HS